Sejarah Tim F1 Scuderia Ferari

Scuderia Ferrari merupakan anak perusahaan dari FIAT Group yang juga membawahi raksasa klub sepakbola Serie A Italia Juventus dan pabrikan mobil Maserati.

Scuderia Ferrari melakukan debut F1 pada balapan di Monako tahun 1950, mengandalkan mobil 125 F1 dengan pembalap Alberto Ascari dan Gigi Villoresi. Sayangnya kala itu yang mendominasi balapan F1 adalah tim Alfa Romeo, memenangkan seluruh seri balapan pada 1950.



1950-1959

Ferrari memperkenalkan mobil baru yang dinamai Ferrari Tipo 500, kemudian mendominasi musim 1952 dengan hasil juara dunia untuk Alberto Ascari. Di musim itu Ferrari diperkuat oleh Nino Farina dan Piero Taruffi. Pada 1953 Ascari berhasil mempertahankan gelarnya meski mendapat perlawanan ketat dari Juan Manuel Fangio yang mengendarai Maserati.

Kemudian pada 1956, Juan Manuel Fangio bergabung dengan Ferrari dan berhasil menjadi juara dunia pada tahun itu. Sayangnaya pada 1957, ia kembali bergabung dengan Maserati dan menjadi juara dunia lagi. Pada era 1950 ini, Ferrari masih menyumbangkan 1 lagi juara dunia, yaitu Mike Hawthorn pada 1958.Pada saat itu, mesin mobil balapnya menggunakan 4 silinder berkapasitas 1.985 cc, dengan transmisi manual 4 percepatan.

1960-1969

Masuk periode tahun 1960, Ferrari kembali meraih juara dunia pembalapnya melalui Phil Hill pada 1961. Pembalap asal Amerika Serikat itu berhasil mematahkan ambisi Jack Brabham yang sudah meraih juara dunia pada 1959 dan 1960.


Gelar Formula 1 1964 miliknya datang berkat Ferrari 158 F1, yang memuji kembalinya mesin V8 ke Maranello, dan membuka jalan untuk seri GT yang panjang dan sangat sukses yang ditenagai oleh mesin itu. John Surtees mengalahkan Graham Hill di Kejuaraan dengan selisih 1 poin, memanfaatkan pengunduran diri saingannya dari balapan terakhir di Meksiko, dan bantuan rekan setimnya Lorenzo Bandini.

Ferrari meluncurkan tiga model berbeda pada tahun 1964 yakni 158 F1 yang disebutkan di atas, 156 F1-63, yang dimenangkan Bandini di Australia, dan 512 F1, ditenagai oleh mesin 12 silinder dengan silinder yang berlawanan secara horizontal. Ferrari juga memenangkan Piala Konstruktor. Anehnya, sebagai protes terhadap otoritas olahraga yang tidak melakukan homologasi 250 LM, Ferrari memutuskan agar mobilnya dimasuki oleh importir Amerika Serikat yakni NART, dan mengecatnya dengan warna biru dan putih, warna bendera Amerika.

1970-1979

Setelah penantian selama 11 tahun, Ferrari kembali ke puncak kesuksesannya, merebut gelar pembalap dan konstruktor di tahun yang sama, 1975. Niki Lauda membawa Scuderia lima kemenangan (Monako, Belgia, Swedia, Prancis, dan Amerika Serikat) dan Clay Regazzoni menang di Monza pada hari rekan setimnya menjadi Juara Dunia.

Ini bukan hanya karena gearbox baru yang membuat mobil lebih pendek dan memusatkan massanya: apa yang kurang pada bobot statis di poros belakang ditambahkan sebagai beban aerodinamis, berkat sayap yang lebih menonjol yang harus dikompensasi oleh bagian depan. satu.

Suspensinya juga dimodifikasi, dengan kelompok kejut pegas yang lebih miring di gandar depan dan jajaran genjang lengan pendek di belakang. Mobil tersebut juga terbukti sangat andal berkat kecermatan Lauda selama tahap pengembangan.
















Pada Era ini, Ferrari membawa Niki Lauda juara dunia pada 1975 dan 1977. Sedangkan Jody Scheckter asal Afrika Selatan menjadi juara dunia pada 1979.

1980-1989

Ini adalah mobil berbentuk panah yang tampak sangat inovatif dengan kerucut hidung sempit dan pod samping yang dimulai tepat di belakang pengemudi dan memiliki aliran udara internal yang benar-benar baru dengan udara yang dikeluarkan melalui radiator di sisi-sisi. Bahkan wishbones suspensi depan lebih ramping dan juga terdapat berbagai detail aerodinamis pada dua sayap utama. Mobil itu juga lebih bertenaga dan bodinya terdiri dari dua cangkang setengah yang seluruhnya terbuat dari serat karbon dan bahan sintetis, yang direkatkan.

René Arnoux hampir merebut gelar Pembalap. Nyatanya, dia tetap berlari sampai balapan terakhir, di Kyalami, ketika penarikan awal dalam kompetisi mencegahnya untuk benar-benar berhadapan langsung dengan Nelson Piquet. Namun, bersama dengan Patrick Tambay, pembalap Prancis itu memenangkan gelar konstruktor kedua berturut-turut untuk Ferrari. Scuderia meraih empat kemenangan musim itu, berkat Tambay di Imola dan Arnoux di Montreal, Hockenheim, dan Zandvoort.


Mengandalkan mesin V6 berkapasitas 1.496 cc, mampu menyemburkan tenaga sebesar 600 dk pada 10.500 rpm. Periode 1980 hingga 1989 ini, Ferrari tidak mendapatkan gelar untuk pembalapnya, karena di sini sepak terjang tim Williams dan McLaren.

1990 - 1999

Itu bukan model revolusioner tetapi pengembangan F300 yang cerdas dengan knalpot tinggi, peredam kejut depan, power steering yang dikontrol secara elektronik, dan suspensi belakang yang baru dirancang.

Mesinnya adalah 048 yang lebih ringan dari 047 dengan sedikit lebih banyak tenaga. Para insinyur telah menyempurnakan aerodinamika lebih lanjut, meningkatkan hubungan antara tarikan dan gaya turun, yang setara dengan meningkatkan tenaga kuda lebih jauh lagi, dan mengurangi tekanan pada mesin yang sekarang sangat andal. Ini membawa hasil pada akhirnya.

Pada tahun 1999 Ferrari memenangkan gelar konstruktor untuk pertama kalinya dalam 16 tahun, berkat Michael Schumacher, Eddie Irvine dan Mika Salo. Pembalap Finlandia itu menggantikan pebalap Jerman itu selama 6 balapan setelah pebalap Jerman itu mengalami cedera kaki akibat kecelakaan di Silverstone.

Schumacher, yang mengawali musim dengan gemilang di Imola dan Monte Carlo, membantu timnya dan Eddie Irvine dengan kembali untuk dua Grand Prix terakhir. Pembalap Inggris itu masih mengincar gelar pembalap, setelah sukses membuka musim di Australia dan menang di Austria, Jerman dan Malaysia, namun sayangnya, Ferrari kalah dalam gelar Pembalap (dari Mika Hakkinen untuk McLaren) di final. balapan di Suzuka untuk musim ketiga berturut-turut.


Sepanjang musim 1990 hingga 1999, Ferrari sudah melakukan pengembangan pada mobilnya, pada era itu Ferrari F300 mengandalkan mesin V10 berkapasitas 2.996 cc dengan transmisi semi-otomatis 7 percepatan, mesin tersebut bisa menghasilkan tenaga sebesar 790 dk pada 16.300 rpm.

2000-2009

Semua bagian utama mobil direvisi dengan tujuan mendapatkan tingkat performa maksimal dari mesin 053 dan ban Bridgestone. Mesin 053 dibuat seandal mungkin karena peraturan baru menetapkan bahwa mesin harus bertahan dua kali lebih lama dari pendahulunya sepanjang akhir pekan balapan.

Selama ini juga berusaha meningkatkan performa. Konfigurasi aerodinamis dioptimalkan dengan mempertimbangkan perubahan aturan, membuat mobil menjadi lebih efisien. Pusat gravitasi F2004 lebih rendah dari model sebelumnya dan distribusi bobot mesin dan sasis disempurnakan.

Sasisnya baru dalam desainnya, konstruksinya diperbaiki dan bobotnya juga lebih ringan. Bodywork, radiator, knalpot, dan bagian belakang kursi tunggal didesain ulang, yang semakin meningkatkan aliran udara. Suspensi depan dan belakang dilihat lagi untuk meningkatkan penanganan dinamis mobil dan memanfaatkan Bridgestone sebanyak mungkin, serta mengoptimalkan seluruh paket aerodinamis.


Masa ini mengandalkan mesin V10 berkapasitas 2.997 cc dengan transmisi semi-otomatis 7 percepatan, sanggup memuntahkan tenaga hingga 865 dk pada 18.300 rpm.

Sejak musim tahun 2000 hingga 2004, Ferrari meraih sukses dan mendominasi dengan membawa Michael Schumacher menjadi juara dunia sebanyak 5 kali pada kurun waktu tersebut. Dan pada 2007, secara mengejutkan pembalap Finlandia yakni Kimi Raikkonen meraih gelar juara dunia pertamanya.

2010-2019

Pada era ini, Ferrari mendatangkan pembalap dengan titel juara dunia sebelumnya yakni Fernando Alonso dan Sebastian Vettel. Musim 2010 hingga 2013 mengandalkan mesin V8 2.400 cc, kemudian mulai 2014 hingga saat ini dengan alasan ramah lingkungan, maka digunakan mesin V6 Turbo Hybrid berkapasitas 1.600 cc.

Selama kurun waktu musim 2010 hingga 2019, Ferrari belum menunjukan keandalannya bahkan belum ada gelar juara dunia pembalap F1 yang singgah ke markas Ferrari di Maranello,



Nama besar Fernando Alonso dan Sebastian Vettal belum cukup kuat untuk membawa tim kuda jingkrak tersebut menunjukan tajinya. Ferrari masih berpusat pada pengembangan kendaraan,

Memasuki musim 2014, regulasi diubah dengan mewajibkan penggunaan mesin V6 Turbo Hybrid. Regulasi tersebut bertahan hingga saat ini (2022). Ferrari pun berbenah, melakukan upaya peningkatan performa dan desain mobil yang mampu membuat mobil jadi lebih cepat,

Hasilnya, Sebastian Vettel pada musim 2017 dan 2018 menjadi musim paling krusial bagi pembalap Jerman yang sudah mengantongi juara dunia F1 sebanyak 4 kali. Ia nyaris meraih gelar juara dunia lagi, pada 2017 menempati posisi kedua karena kondisi mobil yang belum stabil.

Pada 2018, lagi-lagi Vettel nyaris jadi juara dunia. Namun akibat jelang akhir musim pembalap Jerman itu kurang menjaga ritme balapnya dan melakukan beberapa kesalahan, membuat peluangnya kembali sirna untuk bisa meraih gelar dunia.


2019 menjadi musim terakhir Vettel, kemudian untuk musim berikutnya digantikan oleh Carlos Sainz. Musim 2020 menjadi musim semangat bagi tim, dibela oleh 2 pembala muda bertalenta.

Musim 2022, Charles Leclerc menjadi ancaman serius bagi Max Verstappen untuk meraih gelar juara dunia. Performa mobil F1-75 dikenal dengan mesin yang kencang dan aerodinamis yang baik, sayangnya masih kurang di daya tahan dan kesalahan pit stop membuat Red Bull Racing unggul dan mengantarkan Verstappen menjadi juara dunia lagi.

Nah, musim 2023 menjadi tahun serius bagi Ferrari. Hadirnya Fred Vasseur sebagai kepala tim menggantikan Mattia Binotto bisa menjadi atmosfer baru tim. Apalagi kabarnya perubahan desain mobil akan membuat musim 2023 sebagai tahun kesempatan Ferrari tampil sebagai pemenang, dukungan mesin yang baik diharapkan menjadi duet kuat untuk membawa Leclerc dan Sainz lebih kompetitif musim 2023 ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN ARMADA TRANS SEMARANG

Anime Terbaik Untuk Ditonton(Edisi Musim Panas 2023)